Kamis, 21 Juli 2016

Gus Dur Refleksi Hidup Seorang Negarawan (Oleh : Amiruddin Faisal)

Gus Dur Refleksi Hidup Seorang Negarawan
Oleh : Amiruddin Faisal
Admin Grup Sahabat Gus Dur

Banyak cerita , banyak canda, bahkan banyak kontroversi dari sosok beliau.

KH Abdurrahman Wahid yang merupakan anak dari Wahid Hasyim menteri Agama pertama RI dan cucu jam'iyah nahdlatul ulama sering di sapa Gusdur.
Gusdur yang lahir di Jombang,Jawa Timur, 7 September 1940. Nama kecil Gusdur adalah Abdurrahman “Addakhil”, Secara leksikal, Addakhil artinya “Sang Penakluk”, nama ini diambil dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol oleh ayahnya. Setelah itu nama Addakhil tidak begitu dikenal dan diganti dengan nama Wahid, Abdurrahman Wahid.

Gus Dur merupakan presiden ke-4 RI, Gus Dur mulai menjabat menjadi presiden pada tanggal 20 Oktober 1999 sampai 24 Juli 2001.
Walaupun Cuma dalam waktu singkat Gusdur memimpin negara ini tapi banyak kebijakannya ataupun tindakannya yang di nilai sebagian orang sangat kontroversi, tetapi jika di makanai sejara jernih semuanya merujuk kepada prediksi masa depan yang tanpa kita sadari kita alami saat ini.
Banyak cerita sewaktu Gusdur menjadi presiden RI, beliau pernah mengeluarkan statement bahwa anggota DPR tidak beda seperti taman kanak-kanak, menghapus beberapa kementrian karena di anggap sebagai perusak negara dan banyak hal sehingga Gusdur di lengserkan dari kursi Presiden dan secara mengejutkan juga Guru bangsa kita tidak melakukan perlawanan sama sekali.
Dalam karir sosial, kebudayaan dan islam Gusdur,dapat kita lihat Pada tahun 1984, Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai oleh K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan sebagai ketua umum dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama dia menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur yang kontroversial. Seringkali pendapatnya itu berbeda dengan kebanyakan orang.

Dengan kegigihannya dalam perjuangan dan pemikirannya atas kemanusiaan baik di Indonesia maupun di dunia Gus Dur banyak sekali mendapatkan gelar kehormatan dari berbagai lembaga dan mendapat berbagai penghargaan dari berbagai lembaga lokal, nasional maupun internasional.
Kemudian Gus Dur juga diakui kapasitasnya di kalangan akademik sehingga beberapa kali mendapat gelar dari berbagai universitas.
KH Abdurrahman Wahid memiliki pemikiran yang cukup unik dan jernih serta kontroversi. Di mata sebagian masyarakat minoritas Gusdur merupakan sosok Guru bangsa yang mampu mengayomi serta mengakomodir komunitas yang sanga minoritas di Repoblik ini. banyak julukan yang di sematkan kepada Presiden ke 4 RI ini, antara lain Guru Bangsa karena Gusdur di anggap bukan hanya pemimpin atau panutan warga NU saja, tetapi Gusdur juga di anggap panutan bagi semua kalangan bahkan bagi para masyarakat Non Muslim. Gusdur juga di juluki Bapak Pluralisme karena konsepnya di mana semua orang di mata tuhan sama, Bapak Tionghoa karena di saat Gusdur menjadi presiden Imlek pun di akui di Indonesia dan di jadikan hari libur nasional.Gusdur pun bisa di juluki sang Semar.

Boleh dibilang pemikirannya mampu melewati zamannya, karena banyak orang harus memikirkan dengan keras apa yang menjadi pemikirannya. Beliau juga dikenal sangat kontroversial.
KH A Mustafa Bisry menyebut pemikiran Gusdur sebagai pelajaran tuhan. Sampai saat ini pasti belum ada bahkan tidak ada orang yang mampu meanndingi Gusdur dalam mengumpulkan banyak julukan. Keluasan pergaulan dan perhatian Gus Dur niscaya sangat berperan dalam pengumpulan julukan itu. Mereka yang melihat betapa Gus Dur begitu `fanatik` dan gigihnya menyesuaikan sikapnya dengan firman Allah “Walaqod karramna banii Adama…”(Q. 17:70), mungkin akan menjulukinya humanis. Mereka yang melihatnya begitu `taat` dan gigih mengikuti jejak orang tua dan kakeknya dalam mencintai tanah air, mungkin akan menjulukinya nasionalis, mereka yang melihatnya sebagai orang yang memiliki tingkat kualitas spiritual, mungkin akan menjulukinya seorang wali. Demikian seterusnya.
Kadang setiap perkataan Gusdur sangat sederhana tapi mampu membuat banyak orang melakukan banyak perdebatan dari perkataan Gusdur. Perjuangan pemikiran Gus Dur mampu melewati semua jenis disiplin ilmu, mulai dari agama, filsafat, tasawuf, tata bahasa, kebudayaan dan kesenian, humor, demokrasi, pluralisme, humanisme, nasionalisme. Dengan ide-idenya yang cemerlang, pemikiran Gus Dur mampu menjadi komentator sosial yang mampu membuat gelisah dan menyadarkan banyak kalangan terutama pemerintahan saat itu.

Pemikiran intelektual Gusdur berkembang dan di bentuk dari pendidikan Islam klasik dan pendidikan barat modern. Ini di lihat karena dari kecil Gusdur bergelut dalam dunia pesantren dan pada saat tamat SMA Gusdur melanglang buana ke timur tengah dan Eropa. Faktor-faktor ini merupakan prasyarat baginya untuk mengembangkan ide-idenya. Dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perjalanan, membaca, dan memperdebatkan ide, Gus Dur mensintesiskan kedua dunia pendidikan ini. Mungkin ia mengerjakan hal ini lebih lengkap daripada mayoritas intelektual di Indonesia, yang kemudian membuat Gus Dur menjadi bagian dari gerakan baru dalam pemikiran Islam di Indonesia. Penekanan pemikiran Gus Dur lebih mengisyaratkan pada hal-hal yang lebih substansial, mengajarkan kepada kita untuk selalu toleran, terbuka, dan inklusif.

Menurut Greg Barton, pemikiran Gus Dur, ia kategorikan dalam salah satu cendekiawan Neo-Modernis. Di antara karakter intelektual yang digolongkannya dalam kelompok Neo-modernis bahwa dalam memahami ajaran Islam banyak mewarisi semangat Muhammad Abduh dalam rasionalisme berijtihad secara konstekstual. Berusaha memuat sintesis antara khazanah klasik dengan keharusan berijtihad, serta apresiatif dengan gagasan barat terutama dalam ilmu-ilmu social dan humaniora. Neo-Modernis sangat mengedepankan pemahaman Islam yang terbuka, inklusif terutama dalam menerima realitas faktual pluralisme masyarakat yang ada, condong untuk menekankan sikap toleran dan harmoni dalam hubungan antar komunitas.

Kemampuan Gus Dur dalam mengkonstruksikan pemikirannya tidak dapat dipungkiri. Seperti halnya perihal negara “Indonesia” yang harus diIslamkan, Gus Dur jelas-jelas mempertanyakan konsep ini, baginya negara yang dikonsepkan menurut Islam tidak memiliki kejelasan formatnya. Nabi meninggalkan Madinah tanpa ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahan bagi kaum muslimin. Tentang negara Islam yang dipikirkan sebagian orang itu hanya memandang Islam dari sudut institusionalnya saja. Selama tidak ada kejelasan tentang hal di atas, sebenarnya sia-sia saja diajukan klaim bahwa Islam memiliki konsep kenegaraan. Di tambah penyatuan konsep kebudayaan,keislaman serta kenegaraan yang tidak bisa lepas dari konsep kebangsaan yang dimiliki Gusdur.

Kemudian Gus Dur berhasil menyelesaikan pertentangan antara negara dan masyarakat, dimana pada masa orde baru Negara terlalu kuat atau otoritarian, sementara masyarakat terlalu lemah. Ia dengan pemikiran dan pengembangan gerakan kemasyarakatan berhasil mengurangi sifat otoritarianisme negara dan pada saat yang sama sukses memberdayakan masyarakat dengan munculnya kekuatan masyarakat sipil (civil society). Perjuangan Gus Dur terhadap demokrasi untuk negara, sudah bukan menjadi rahasia lagi, banyak orang yang mengetahui dan mengenal. Pemikiran Gus Dur tentang Indonesia yang dicita-citakan adalah menjadi negara yang demokrasi yang memiliki pengaruh kecil terhadap militer dan tidak ada fundamentalisme dalam agama. Baginya di kehidupan yang modern ini demokrasilah yang dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi menjadi sedemikian penting dalam sebuah negara yang pluralistik karena ternyata dalam berkehidupan kebangsaan yang utuh hanya bisa tercapai dan tumbuh dalam suasana demokratis meskipun demokrasi untuk saat ini di Indonesia masih menjadi proses diskusi, tapi suatu saat akan tercapai demokrasi yang sebenarnya.

Gus Dur sebagai satu-satu nya orang yang pertama kali mensuarakan kembali terhadap gagasan pribumisasi Islam. Dengan artian yang dipribumikan itu manifestasi kehidupan Islam, bukan ajaran yang menyangkut inti keimanan dan peribadatan formalnya. Bukan upaya menghindarkan timbulnya perlawanan dari kekuatan-kekuatan budaya setempat, tetapi justru agar budaya itu tidak hilang. Ini yang telah dilakukan para pelopor dakwah “wali songo” dalam proses Islamisasi di Indonesia. Bisa dilihat bahwa pemikiran dan gerakan Gus Dur tidak jauh berbeda dengan para wali bisa disebut juga sufi.

Gus Dur dikenal juga sebagai sosok yang humoris. Pemikiran dan sikap kritisnya terhadap realitas kehidupan sering disampaikan melalui humor, sehingga yang setuju maupun tidak sama-sama tertawa. Bahkan ia disejajarkan dengan filsuf Yunani, Socrates, yang gemar melontarkan komentar-komentar humoristis. Perlawanan yang Gus Dur lakukan mungkin banyak tidak diketahui orang, bahwa sebenarnya ia sedang mengadakan perubahan dan kritik besar besaran yang disampaikannya lewat lelucon.

Di dunia internasional pun pemikiran Gus Dur diterima banyak kalangan intelektual dunia. Bahkan banyak yang melakukan penelitian secara khusus terhadap pola dan gaya pikirannya. Tidak aneh pula bila beragam penghargaan didapatkan Gus Dur dari dunia internasional.
Pemikiran Gus Dur memiliki kekuatan aroma sufistik. Seperti gagasannya tentang Tuhan tidak perlu dibela, ia menuturkan bahwasannya, Al-Hujwiri mengatakan, bila engkau menganggap Allah ada hanya karena engkau yang merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau “Ia menyulitkan” kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya, Yang di takuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya. Gus Dur menghiasi serta menjalankan jalan pikirannya sama halnya dengan guru tarekat itu.

Dalam pemikiran spiritual Gus Dur bisa disebut sebagai sufi sejati. Ia pemaaf, meski kepada musuh yang jahat sekalipun. Meski dicaci karena membela non-muslim ia sabar dan tenang, tidak pernah menaruh dendam kepada siapapun. Gus Dur memang sudah menjadi fenomena yang menarik sekaligus unik, terutama dalam kancah pemikiran Islam di Indonesia bahkan diperhitungkan dalam wacana politik. sementara itu, ia mampu mengadakan perubahan besar-besaran di kalangan Nahdliyyin. Menjadikan dirinya sebagai sebuah tumpuan tempat berkonsultasi, menyampaikan keluhan, dan mencari informasi, kadang-kadang juga dimintai restu dari berbagai pihak dan lapisan masyarakat. Gus Dur tampaknya bukan lagi seorang figur, ia sudah menjadi simbol atau bahkan sebuah mitos.

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada pukul 18.45 WIB di usia yang ke 69 tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar