Senin, 30 Mei 2016

BELAJAR KEPADA SANG SEMAR GURU BANGSA (Oleh:Amiruddin Faisal)

BELAJAR KEPADA SANG SEMAR GURU BANGSA
Oleh : Amiruddin Faisal

Saya kira tidak ada orang yang meragukan kapasitas Dan keilmuan Dan wawasan Gus Dur.dalam berbagai disiplin ilmu terutama tentang wawasan keagamaan Dan kebangsaan. Beliau adalah orang yang sangat konsisten dalam membangun dan mengembangkan wawasan kebangsaan. Dalam perjalanan panjang kehidupannya, maka Gus Dur merupakan sosok yang selalu mengembangkan sikap inklusif, pluralistik, multikulturalistik dan demokratis. Beliau bisa bergaul dengan siapa saja dan dari latar belakang apa saja. Beliau adalah orang yang lintas agama, suku, etnis dan budaya. Seseorang tidak akan bisa menjadi Presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP), jika tidak memenuhi persyaratan trans agama, suku, etnis dan budaya.
Salah satu yang sangat menonjol dari Gus Dur adalah wawasan kebangsaannya. Beliau adalah orang yang memiliki pandangan bahwa Indonesia adalah satu kesatuan politik, negara dan bangsa yang tidak boleh lapuk oleh hujan dan tidak lekang oleh panas. Dalam keadaan apapun, maka Indonesia harus tegak sebagai negara bangsa sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa. Tentu saja keterikatan itu terbina oleh suatu kenyataan bahwa para leluhurnya adalah orang yang turut serta dalam proses mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Maka beliau tidak pernah goyah sedikitpun untuk mengikuti arus perbincangan yang pernah marak di era reformasi tentang negara bagian, begara federasi dan sebagainya.
Gus Dur di manapun dan kapan pun selalu berbicara tentang NKRI. Hal itu tentu saja terkait dengan keputusan Mu’tamar NU tahun 1984 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo yang menetapkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sebagai sesuatu yang final dan berkeputusan tetap. Ijtihad para ulama inilah yang menjadi pattern for behaviour Gus Dur dalam sikap politik kenegaraannya. Sebagai konsekuensi dari keputusan itu, maka di mana dan kapan saja Gus Dur menjadi corong dan pengemuka beragama yang inklusif yang memberikan ruang seluas-luasnya untuk menjadikan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sebagai fondasi dalam kehidupan sosial dan politik.

Gerakan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan organisasi sosial, politik, keagamaan pada tahun 1980-an tentu tidak lepas dari peran beliau sebagai tokoh organisasi sosial keagamaan kala itu. Beliau bersama kyai-kyai NU melakukan terobosan di tengah kemandekan dan pandangan miring tentang keinginan menjadikan Pancasila sebagai asas organisasi. Melalui keputusan Kyai-kyai NU itulah, maka kemudian banyak organisasi sosial, keagamaan dan politik yang melakukan hal yang sama.
Sesuai dengan cara pandang seperti itulah maka Gus Dur sering dijadikan target oleh Islam garis keras. Misalnya adalah pencekalan yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) dalam salah satu ceramahnya di Jawa Tengah. Kemudian juga tindakan dan ungkapan yang tidak mengenakkan dari berbagai eksponen Islam fundamental. Misalnya, tanggapan atas pernyataan Gus Dur tentang al-Qur’an sebagai kitab yang porno.
Gus Dur memang sosok yang kontroversial. Beliau seringkali tidak sejalan dengan arus utama pemikiran keagamaan terutama arus pemikiran keagamaan yang fundamental.

Gus Dur adalah orang yang secara vulgar sering melakukan kritik terhadap Islam fundamental yang sudah menjadi bagian dari proses politik di Indonesia. Jika yang lainnya hanya sekedar membicarakan di ruang tertutup, maka Gus Dur justru menyuarakannya secara lantang. Misalnya ketika Beliau menyatakan ”bagaimana mengerem Islam fundamental, sementara banyak tokohnya yang sudah masuk di dalam struktur pengambil kebijakan.” Keberanian seperti inilah yang jarang dimiliki oleh lainnya. Sebuah paduan antara keberanian yang dilandai oleh bacaan dan analisis terhadap realitas sosial yang sangat akurat yang dihadapinya. Kberanian ini juga tentu didasari oleh kelengkapan modalitas sosial, politik dan kultural yang dimiliki Gus Dur. Modalitas sosial yang berupa jaringan sosial yang mendunia tentunya menjadi modal Gus Dur yang luar biasa, sehingga apa yang dinyatakan Gus Dur akan memperoleh pembenaran secara memadai. Kemudian modalitas politis, bahwa Gus Dur memiliki kekuatan politik di dalam dan luar negeri. Lalu modalitas kultural di mana Gus Dur merupakan tokoh organisasi Islam terbesar yang memiliki kekuatan kultural yang sangat besar.

Makanya, berbagai tindakan Gus Dur yang pada saat dilakukan dianggap kontroversial, maka pada saat berikutnya bisa dianggap sebagai suatu kewajaran sebagai konsekuensi sikap dan tindakannya yang mengedepankan inklusivisme, pluralisme, multikulturalisme dan demokratis. Ketika beliau menjadi pendiri Simon Perez Foundation, maka orang hanya melihat Simon Perez sebagai orang Israel, tetapi tidak melihat visi dan misi organisasi ini bertujuan untuk kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itulah yang dikedepankan, sehingga Gus Dur mau terlibat. Dimensi kemanusiaan dapat melampaui semuanya.
Gus Dur memang memiliki konsistensi dalam melakukan tindakan yang diyakini benar kapan dan di manapun. Beliau bahkan tidak memperdulikan apa yang dikatakan orang. Keyakinan, kemampuan analisis dan kepercayaan diri yang sangat kuat itulah yang membuat Gus Dur bisa berpandangan lain dan bertindak lain dari arus utama yang sedang berkembang.

Gus Dur memang bisa menjadi sosok yang nyleneh, akan tetapi konsisten pada prinsip.

Wallahu a’lam bi al shawab.
Alfatihah....

Kamis, 26 Mei 2016

Gusdur Melawak untuk Merangkul Masyarakat (Oleh : Ayah Debay)

Gusdur Melawak untuk Merangkul Masyarakat (Oleh : Ayah Debay)
Mantan Presiden Republik Indonesia Gusdur terkenal dengan lawak atau guyonannya. Pemilik nama lengkap Abdurahman Wahid ini pandai menciptakan lawak. Teman-teman pasti ingat Gusdur dengan guyonannya, Gitu aja kok repot. Ungkapan sederhana yang mengandung pesan berharga.
Sejauh yang saya ketahui dan saya lihat, Gusdur tidak pernah merumitkan sebuah masalah. Dia tidak repot termasuk ketika menurunkan menteri yang adalah pembantunya dari jabatannya. Dia juga tidak bertele-tele jika membantu warga minoritas yang bermasalah. Tingkahnya ini cocok dengan guyonan terkenalnya, Gitu aja kok repot.
Dengan guyonan sederhana inilah Gusdur menjalin relasi dengan banyak orang. Bukan hanya tokoh penting sekelas almarhum Romo Mangun atau petinnggi agama lainnya, dia juga bergaul dengan rakyat biasa. Lagi-lagi dalam pertemuan dengan warga dia tetap menampilkan ciri khasnya, membuat lelucon.
Lelucon yang membuat pendengarnya tertawa dan saling akrab. Nada hiburan amat ditampilkan dari leluconnya. Di mana-mana memang pelawak itu pasti menghibur. Namun, menjadi luar biasa ketika orang besar sekelas presiden membuat lelucon.
Lelucon tidak saja membuat orang tertawa tetapi juga mendidik orang. Ada guyonan Gusdur yang intinya mengajak orang untuk menjalin relasi dengan agama lain. Guyonan tentang seorang pastor dan haji misalnya. Di situ tersirat pesan kalau pastor itu tidak mempunyai istri. Jadi, Gusdur mau memperkenalkan kehidupan seorang pastor Katolik kepada pendengarnya. Tidak tanggung-tanggung dalam guyonan ini, Gusdur memakai tokoh agaman dari dua agama, Islam dan Katolik.
Hidup ini tidak perlu terlalu serius. Meskipun rakyat Indonesia masih huru-hara berjuang mencari sesuap nasi, alangkah baiknya sesekali bercanda, berlelucon ria, bersama keluarga dan sahabat atau pun teman-teman Anda. Ini tentu saja tidak mudah. Ada orang yang cenderung serius sehingga tidak mudah ketika berhadapan dengan lelucon semacam ini. Memang untuk bisa berlelucon ria, kita mesti menempatkan diri dalam waktu dan tempat yang tepat.
Sesekalilah dalam keluarga Anda diciptakan guyonan yang membuat anggota keluarga terhibur. Asal saja semuanya sudah berkumpul bersama. Tak perlu berlama-lama mengingat semua memiliki kesibukan. Tertawa itu menambah umur, kata para psikolog. Apakah ini benar atau tidak, yang jelas kalau tertawa dahi kita menjadi bersinar. Beda dengan dahi para pengambil kebijakan yang cenderung serius dan menampakkan kekerutan. Boleh jadi ramalan psikolog ini benar. Dahi kerut pertanda tua, dahi bersinar pertanda muda.
Ramalan ini mungkin tidak relevan ketika diterapkan dalam diri Gusdur. Dia mati cepat. Padahal dia pelawak. Bukan pelawak komersial yang mau mencari uang dari jasa lawaknya. Dia pelawak yang mau menyatukan masyarakat dalam suasana penghiburan. Ini persoalan lain. Saya tidak tahu, mengapa Gusdur cepat-cepat meninggalkan kita. Mungkin Tuhan menghendaki demikian. Untuk hal yang satu ini, kita manusia hanya bisa meramal, Yang Kuasalah yang menentukan. Boleh jadi Gusdur memiliki penyakit fisik yang membuatnya tidak bisa berlama-lama tinggal dengan kita.
Gusdur boleh pergi namun ia sudah meninggalkan warisan berharga. Dia memberi ruang untuk warga minoritas yang belum bisa mengekspresikan identitasnya. Mungkin Gusdur yang memprakarsai pengakuan agama Konghucu di Indonesia. Ini hanya satu contoh bahwa Gusdur merangkul semua orang, bukan hanya orang besar saja. Dalam sebuah kesempatan, Gusdur ‘menegur‘ seorang pejabat yang memanggilnya Bapak Presiden. “Panggil saja Gusdur,” katanya. Ini hanya sekadar contoh bagaimana Gusdur ingin dekat dengan warga mana saja. Tentu dalam forum resmi sebutan Bapak Presiden memainkan peran. Namun mungkin yang mau ditekankan Gusdur adalah jangan terlalu kaku dengan wibawa jabatan.
Ngomong-ngomong kapan sih presiden tidak berwibawa? Seingat saya kemana-mana presiden tetap berwibawa. Ia menjadi bapak keluarga misalnya, ia tetap berwibawa sebagai bapak keluarga. Anak-anaknya tetap memanggil bapak atau mungkin tetap dengan sebutan Bapak Presiden. Kalau demikian, mengapa Gusdur menyuruh pejabat itu memanggilnya dengan sebutan Gusdur saja? Boleh jadi Gusdur mau dekat dengan warganya. Kita, bangsa Timur memang menekankan tradisi sopan santun yang disegani oleh bangsa-bangsa Barat. Kadang-kadang kesopanan ini membuat orang kaku. Boleh jadi inilah yang mau didobrak Gusdur.
Saya tidak tahu banyak tentang Gusdur. Namanya tenar di telinga saya ketika dia menjadi presiden. Waktu itu saya masih SMA. Sekarang, saya mulai membaca riwayat hidup dan rekam jejak beliau sehingga sedikit mengenalnya.

Minggu, 22 Mei 2016

Kesederhanaan Batik Gus Dur (Oleh : Ayah Debay)

Kesederhanaan Batik Gus Dur.

Kepergian KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada ujung Desember tahun lalu menyisakan banyak cerita. Tidak hanya sebatas pemikiran dan sikap politik sang Guru Bangsa yang menjadi kenangan melekat di hati banyak orang. Salah satu hal penting yang diwariskannya adalah kesederhanaan dalam berbusana batik.
Tidak bisa dimungkiri, semasa hidupnya, Gus Dur selalu mengenakan batik, yang dilakoni jauh sebelum menjadi presiden keempat.
Dalam berbagai kesempatan, batik yang dikenakan Gus Dur selalu mengisyaratkan pesan, yakni kesederhanaan. Menurut salah seorang putrinya, Inayah Wulandari, kesukaan bapaknya berbatik bukan latah, ikut tren, atau karena pejabat publik.

Inayah saat ditemui kemarin di Jakarta mengatakan, sejak awal 1990-an, ayahnya memang pencinta batik. Batik yang dikenakan Gus Dur selalu pilihan ibunya, Sinta Nuriyah. "Karena bapak tidak bisa melihat, semua kemeja batik yang dikenakan adalah pilihan ibu, bukan memakai jasa konsultan mode atau apalah," kata Inayah.
Dia menambahkan, selama ini batik yang dikenakan ayahnya bukanlah batik mahal atau yang beredar di kalangan menengah ke atas. Sikap ayahnya tentang kesederhanaan melekat pada batik yang dikenakannya dalam berbagai kesempatan. "Bapak selalu punya banyak simbol lewat joke, ungkapan, bahkan gaya berpakaian. Kesemuanya mencerminkan sosok kepribadiannya. Mengenakan batik sederhana, ya, itulah Gus Dur!"
Setahu Inayah, kecintaan Gus Dur terhadap batik adalah bagian dari kegemaran ayahnya, yang menyukai produk dalam negeri. Dalam kenangan Inayah, pada 1995, saat dirinya diajak ke Amerika Serikat bersama orang tuanya menghadiri sebuah konferensi internasional, di pesawat Gus Dur sempat berucap lirih kepadanya.
"Tuh, kamu lihat, orang bule pun suka batik. Bahkan mau belajar mengenal kebudayaan batik kita. Kamu harus bangga batik Indonesia tidak kalah dengan kain brand asing," suara Inayah menuturkan ucapan ayahnya ketika di pesawat bertemu dengan beberapa pejabat asing yang mengenakan batik. Dalam perjalanan tersebut, ia menyaksikan Gus Dur serius berdiskusi tentang batik dengan para tokoh asing yang memakai batik.

Kenangan lain yang masih membekas adalah, ketika dalam sebuah lawatan tugas kepresidenan, Gus Dur mengajak rombongan singgah ke sentra atau pusat perajin batik di Banyuwangi. "Saya teringat bapak pernah bilang, usaha kecil-menengah, seperti perajin, bisa maju pesat kalau kita tidak tergantung bahan impor," tutur Inayah.
Dia juga mengatakan bapaknya mencintai kain lokal, termasuk batik. Setiap batik yang dipilih ibunya selalu disertai penjelasan warna, motif, dan filosofi batik yang akan dipakai.
Hingga kini jumlah batik peninggalan tokoh pluralisme ini mencapai ratusan setel. Inayah menekankan, sekali lagi semua koleksi batik Gus Dur sederhana, berbahan katun. Sering disebutkan, batik Gus Dur, yang berciri motif sederhana, seperti guci, dan warnanya didominasi perpaduan hitam-putih, memberi kesan wibawa, apa adanya, dan bersahaja. "Bapak sangat jujur terhadap banyak hal dan percaya diri. Batik yang dikenakan menerangkan sosoknya."

Pengamat kain Sativa Sutan Aswar mengakui kebiasaan Gus Dur berbatik merupakan inspirasi menarik yang diwariskan bagi dunia perkainan Indonesia. Kendati batik yang dikenakan tampak biasa, "Justru label batik Gus Dur adalah batik rakyat, bukan batik gedongan. Batiknya cerminan keberhasilan diplomasi kain ala Gus Dur," kata wanita yang biasa disapa Atitje ini.
Adapun Dewi Motik Pramono mengatakan batik Gus Dur merupakan batik pinggiran. "Itu kelebihan yang harus menjadi contoh pejabat lain. Meskipun dia (Gus Dur) anak Menteng dan menjadi tokoh penting, rasa percaya dirinya berbatik rakyat mengalahkan semuanya," kata Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia ini.
Dewi menjelaskan, batik yang dikenakan Gus Dur umumnya adalah batik pesisir yang sarat akan filosofi cerita kerakyatan. Dia pernah memperhatikan Gus Dur berbatik Cirebonan, yang melambangkan cerita masyarakat pesisir dengan keliarannya, sikap bertahan hidup, serta kecintaan pada seni budaya tarling. "Itulah gaya Gus Dur, berbatik dengan hati, memahami pernik kisah masyarakat bawah," ucapnya.
Perancang busana Poppy Dharsono mengagumi gaya berbatik Gus Dur, yang mengenakan batik Batang. Gaya ini memberikan nilai tinggi. Batik rakyat bisa naik kelas dan diminati pejabat, seperti Gus Dur, yang diikuti publik. Motif batik yang biasa dikenakannya adalah flora dan fauna dalam bentuk sederhana, seperti dedaunan, bunga, kepala, sayap, dan ekor. "Gus Dur sangat komunikatif, melalui batik membicarakan problema kehidupan," ujarnya.
Poppy pun menerangkan, Gus Dur pernah berbatik motif daun dan tunas bakau. Hal ini menginspirasi para pembatik Jawa Timur dalam membuat motif yang bermakna terhadap pelestarian lingkungan pesisir hutan bakau di Surabaya.

Ditulis oleh : Ayah Debay
Admin Grup Sahabat Gus Dur